Pemandangan indah terbentang saat di kaki gunung menuju ke tempat mengajar (Foto: Dok pribadi) |
Aktualita.co - Kabupaten Pangkep merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang dianugerahi kekayaan alam berupa bentang alam yang terdiri dari kepulauan, daratan dan juga pegunungan. Tentu saja kekayaan alam ini, disatu sisi juga melahirkan tantangan.
Salah satunya soal pendidikan bagi anak-anak yang berada di daerah terpencil. Hal inilah yang dijalani setiap hari oleh Hasbi, salah satu guru yang mengabdi di SDN 60 Bung yang ada di Pangkep. Kepada Aktualita.co, Hasbi yang mengajar mata pelajaran Penjas ini menceritakan suka dukanya mengajar di SD terpencil yang letaknya ada di puncak gunung.
Dari rumah, ia mengendarai sepeda motor menuju kaki gunung Bulusaraung—gunung tertinggi yang ada di Pangkep. Dari sini, perjalanan sesungguhnya barulah dimulai. Ia harus berjalan kaki menuju puncak gunung, tempat SD 60 Bung berada. SD 60 Bung terdapat di Kelurahan Bontoa Kecamatan Minasatene yang hingga saat ini belum dialiri listrik dan tidak ada sinyal selular.
Perjalanan di tengah hutan menuju tempat mengajar (Foto: Dok Pribadi) |
Perjalanan menuju tempatnya mengabdi bukanlah jalan biasa. Bukit terjal dan pemandangan indah menakjubkan adalah hiburannya dalam perjalanan. Berbekal nasi dan sebotol air ia pun menyusuri lereng gunung yang membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai ke tempatnya mengajar.
Terkadang saya harus menemui hewan hutan seperti ular, babi hutan atau bahkan monyet yang siap merampas bekal yang saya bawa dalam perjalanan, kenangnya.
Tantangan perjalanannya tidak hanya itu tetapi saat musim hujan dan tidak ada tempat untuk berteduh karena perjalanan di tengah hutan.
Sudah 10 tahun hal tersebut dilakoninya. Alumni Universitas Negeri Makassar ini mengungkapkan bahwa salah satu suka yang dialaminya adalah bertemu dengan warga pengunungan yang ramah. Tetapi duka yang paling terasa adalah saat ia tiba di tempatnya mengajar, ternyata tidak satupun murid yang hadir.
SD 60 Bung tempatnya mengajar memang masih sangat sederhana. Masih banyak murid-murid yang bahkan belajar Bahasa Indonesia hanya di sekolah. Tak hanya itu tempatnya mengajar 47 siswa(i) masih berupa bangunan semi permanen dan hanya terdiri dari tiga kelas.(*)